Category: Inspiratif


Kisah Arsilan, Tukang Kebun Presiden Soekarno yang Kini Tinggal di Gubuk
Arsilan, mantan tukang kebun di Kediaman Presiden Sukarno, yang sempat menyaksikan detik-detik proklamasi pada 17 Agustus 1945. 

Arsilan mengaku ingatannya masih kuat. Ia bahkan masih bisa menyanyikan lagu berbahasa Jepang berjudul “Miyoto” sembari jalan ditempat, yang ia pelajari dari tentara Jepang saat ia bergabung di satuan Heiho pada tahun 1943 lalu. Namun ia bersikeras umurnya 92 tahun, walau pun ia mengakui ia kelahiran tahun 1925.

Arsilan tinggal di sebuah bangunan kayu yang berdiri di atas trotoar jalan Bonang. Kediamannya itu berada di sisi luar tembok sebelah Timur Taman Proklamasi di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat. Di sisi jalan tersebut selain kediamannya, juga terdapat belasan bangunan kayu lain yang dipergunakan para pedagang makanan.

Gubuk Arsilan berukuran sekitar 4 X 3,5 meter yang ia akui ia bangun sendiri. Gubuknya agak tersamar karena berada di bagian belakang kios rokok, yang terlihat dari sisi jalan hanyalah pintu masuknya saja. Sementara di dalam gubuk tersebut terdapat beberapa buah kasur bekas yang ditumpuk sembarangan, berikut sejumlah bantal yang sudah usang. Kamar tersebut lembab, penuh debu dan minim penerangan, dan baunya pun khas. Baca lebih lanjut

Jakarta – Raeni, anak tukang becak ini sukses membanggakan orangtuanya Mugiyono yang hanya tukang becak. Tak tanggung-tanggung, putri dari Mugiyono, seorang tukang becak ini menjadi lulusan terbaik dengan IPK 3,96.

Seperti dikutip dari situs Unnes.ac.id, Rabu (11/6/2014), Raeni menempuh kuliah di Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes.

Raeni sengaja diantar sang ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak ke lokasi wisuda. Setiap hari, ayahanda Raeni memang bekerja sebagai tukang becak yang saban hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis.

Berikut kisah Raeni:

Sempat Minder karena Ayahnya Seorang Tukang Becak

Setelah tamat dari SMKN 1 Kendal, sebagai anak tukang becak dia memiliki tekad kuat untuk berkuliah. Raeni sempat minder karena berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Sang ayah Mugiyono yang menjadi tukang becak di Kendal, mendapat penghasilan Rp 10-50 ribu, karenanya profesi sampingan sebagai penjaga malam dengan upah Rp 450 ribu/bulan dilakoni. Baca lebih lanjut

 
KISAH NYATA BAPAK TUA PENJUAL AMPLOP
Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas di lihat, barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat.Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusan plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Baca lebih lanjut

Depok – Mal identik dengan bangunan megah yang diisi toko dengan barang bagus. Tapi Depok tak hanya memiliki mal modern, kota ini juga punya Mall Rongsok. Apa ya itu?

“Mall rongsok, diberi nama itu dari 3 tahun lalu, 2010,” ungkap pemilik Mall Rongsok, Nurcholis kepada detik Travel, Rabu (21/8/2013).
https://i0.wp.com/images.detik.com/customthumb/2013/08/22/1519/192018_mal1.jpg

Jangan bayangkan mal ini seperti mal lain yang biasa Anda lihat. Mall Rongsok tidak berada dalam gedung besar, mal ini berada dalam bangunan yang lebih mirip toko.

Mall Rongsok juga tidak seperti mal lain yang menjual barang terbaru. Mal unik ini malah menjual berbagai macam barang second alias bekas. Baca lebih lanjut

BANYUMAS – Seorang bocah berusia 12 tahun di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, harus bertahan hidup sambil menghidupi tiga adiknya. Empat bocah itu ditinggal ayahnya bekerja ke luar Jawa, sementara sang ibu meninggal akibat tertimpa longsor.

Spoilerfor Bocah Tasripin:

Tak mudah untuk menjangkau tempat tinggal empat bocah yakni Tasripin (12) bersama tiga adiknya, Riyanti (9), Dandi (7) dan Daryo (5). Setelah menempuh jalan menanjak dan bebatuan terjal, terlihat sebuah rumah terpencil di atas bukit di Dusun Pesawahan, Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok.

Kondisi rumah itu cenderung lembab sehingga tidak sehat bagi pertumbuhan anak-anak. Kawasan itu juga sering diselimuti kabut menjelang sore. Jarak dari pusat kota cukup jauh yakni sekira 30 kilometer.

Tasripin yang mestinya duduk di bangkus kelas VI SD, harus putus sekolah dan menjadi kepala keluarga sekaligus mengurus tiga adiknya. Empat anak itu ditinggal ayah, Narsun, dan kakaknya sejak enam bulan lalu untuk bekerja di kebun kelapa sawit di Kalimantan. Sementara ibunya, Satinah, meninggal dua tahun lalu akibat tertimpa tanah longsor.

Kini, Tasripin harus menjadi tumpuan hidup tiga adiknya. Dia harus mengambil alih tugas ayah dan ibu, mulai dari urusan mencuci pakaian, piring, dan mengurus keperluan rumah tangga lainnya. Baca lebih lanjut


nama beliau Houtman Zainal Arifin dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1950 di Kota Kediri Jawa Timur. Pengalaman hidupnya yang amat inspiratif patut untuk disimak, yang awalnya ia hanya seorang office boy hingga bisa menduduki jabatan nomor satu sebagai seorang Vice President Citibank. Sekarang beliau berkerja sebagai direksi di perusahaan swasta, pengawas keuangan di beberapa perusahaan swasta, komite audit BUMN, konsultan, penulis serta dosen pasca sarjana di sebuah Universitas. Beliau dilahirkan dari keluarga pas-pasan. Kisah hidup beliau dimulai ketika lulus dari SMA, Hotman merantau ke Jakarta dan tinggal di daerah Kampung Bali dari tahun 1951-1974, Houtman membawa mimpi di Jakarta untuk hidup berkecukupan dan menjadi orang sukses di Ibukota, namun apa daya Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh.

Sewaktu tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras. Orang tuanya ingin berobat, tetapi tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan seperti itu, beliau tidak mau menyerah. Dengan bermodal hanya Rp 2.000,- hasil pinjaman dari temannya, beliau menjadi pedagang asongan menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang, dagangannya di injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangan beliau sudah rusak bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau. Disini beliau mulai mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota. Baca lebih lanjut

Seorang pria memasuki dunia lain. Sedikit pun tak pernah tersirat ia akan berada di tempat ini. Bandara John F Kennedy. Ya, ini New York!Ia melanjutkan perjalanannya dengan mobil. Melewati Manhattan, nafasnya tertahan sejenak: gedung-gedung menjulang, dan puncak Chrysler Building berkilau seperti berlian. Lalu Empire State Building pamer kemegahan. Juga Sungai Hudson, seperti menenggelamkan jiwanya.Bronx, ia juga melewatinya. Sedikit menyurut dari kemewahan Manhattan, di sini lebih banyak kedai cepat saji, pemusik jalanan, dan lalu lalang orang di subway station.

Lepas dari Bronx ia menapakkan kaki di Westchester. Kebetulan saat itu sedang musim gugur. Daun hijau menjelma keemasan, merah muda, merah tua, merah keemasan. Makin romantis dengan terpaan sinar matahari.

“Ini sambutan untuk saya, saya tidak sedang bermimpi,” gumam Iwan Setyawan. Demikian nama lelaki ini.

“Gagap Bahasa Inggris”: