image

Indra Defandra (tengah memegang buku) mempromosikan novel perdananya Cinta Naik Tangga di sebuah acara di halaman RRI Purwokerto, belum lama ini.

KETERBATASAN ibarat dua sisi mata uang. Bagi yang tidak kreatif, kondisi serba kekurangan bisa menjadi penghalang untuk berkarya. Namun bagi pribadi yang pantang menyerah, keterbatasan bisa menjadi pelecut motivasi.
Hal ini dirasakan Indra Defandra (30), pemuda asal Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini akhirnya sukses menerbitkan novel perdananya meski proses penyusunan naskah dilakukan di tengah keterbatasan. Novel berjudul Cinta Naik Tangga terbitan CV Tebe Agnisna Mandiri, Bandung pada Desember 2013 lalu ini disusun saat penulis tidak memiliki komputer.

“Naskah awalnya saya tulis di kertas. Bertahap setelah dikoreksi saya salin ke komputer. Tapi karena tidak punya komputer jadi harus berpindah-pindah rentalan,” kata lajang yang memiliki nama lengkap Indra Gunawan ini.
Ia menceritakan, proses penyusunan dilakukan setelah dirinya lulus kuliah, sekitar 2007. Saat itu dirinya memiliki banyak waktu untuk menulis sembari menunggu panggilan pekerjaan.
“Kalau ngetik terlalu lama di rental kan harus keluar uang banyak. Jadi saya menargetkan menulis sebanyak-banyaknya saat berada di rentalan,” kata pria kelahiran Banyumas, 24 April 1984 ini. Hal yang sama juga ia lakukan sebelumnya ketika menyusun skripsi. Lantaran tidak memiliki komputer, dirinya harus meminjam laptop dan rental komputer. Namun kondisi itu memacunya sehingga bisa menyelesaikan skripsi dalam hitungan bulan saja.
Dengan tekun, proses penyusunan naskah novel akhirnya selesai pada 2008. Setelah jadi, novel percintaan remaja ini langsung dikirimkan ke penerbit kenamaan. Namun, harapannya tidak berbuah manis. Penerbit mengirimkan kembali naskah dengan banyak catatan koreksi.
“Saya agak lemes waktu itu dengan banyaknya koreksi dari penerbit,” katanya. Berjalannya waktu, naskah tersebut tak lagi jadi prioritas. Indra disibukan dengan aktivitasnya menjadi fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kabupaten Purbalingga. Hampir empat tahun naskah bukunya tak dijamah.
“Hasrat untuk menjadikan buku kembali muncul 2012 saat melihat file di laptop. Kemudian saya lakukan revisi dan kirimkan penerbit. Naskah kembali dipulangkan, sampai kemudian saya revisi kedua kalinya hingga bisa diterbitkan jadi buku,” katanya.
Kini novelnya sudah beredar di sejumlah toko buku di berbagai kota, di antaranya Bandung dan Purwokerto. Novel setebal 349 halaman ini kata Indra terinspirasi dari buku-buku karya Hilman Lupus, Dewi ‘Dee’ Lestari, dan penulis asing Dan Brown. Menurutnya, novel tersebut termotivasi keinginannya untuk tidak sekadar menjadi penikmat novel, namun harus bisa menghasilkan.
“Novel pertama saya ini masih sederhana, menulis kisah cinta berlatar sekolah. Isi pesan yang ingin saya sampaikan adalah gigihan dan sikap pantang menyerah bisa mendorong seseorang untuk sukses,” kata Indra.
Novel tersebut mengisahkan pemuda Wasis Bagus Rupawan, yang justru keadaannya serba kebalikan dari namanya. Bagus menjalani hidup yang selalu pahit dan sering menderita. Sampai suatu saat dia mengalami peristiwa misterius yang akhirnya mengubah keadaanya 180 derajat. Termasuk mengubah perjalanan cintanya. Sosok gadis cantik idamannya, Gita kemudian membalas cintanya. Dalam novel tersebut diceritakan sejumlah peristiwa misterius yang saling terkait dengan kejadian-kejadian lainnya.
“Ceritanya bagus. Banyak kejutan dan sarat akan nilai-nilai,” kata Gani Satria Wibowo (25) pembaca asal Cilongok memberikan komentar. (Hanan Wiyoko)

Short URL: http://satelitnews.co/?p=40190